‘AIB #Cyberbully’, Jadi Bumerang atau Pemenang?

oleh
oleh

JAKARTA, VoiceMagz.com – Sudah tak perlu diragukan lagi jika bicara tema besar dan tujuan film perdana rumah produksi Surya Films dan Anami Films ini. Semua sepakat jika stop bullying alias penghentian perundungan di semua lini harus terus didengungkan.

Yang menarik dibicarakan adalah bagaimana rumah produksi ini bekerja bersama sang sutradara Amar Mukhi dalam menggarap film AIB #Cyberbully.

Film langsung dibuka dengan adegan penuh darah saat seorang siswi SMA loncat dari lantai tiga sekolahnya lantaran tak kuat menerima bullying yang menderanya, persis di belakang enam sahabat karibnya.

Usai reda lewat jeda adegan penguburan dan upaya sekolah mengingatkan murid-muridnya untuk tidak lagi melakukan bullying, adegan kemudian loncat ke setahun kemudian. Ketujuh sahabat ini diseret arwah sahabat karibnya ini dalam sebuah permainan di media sosial yang berujung kematian.

Mereka akhirnya saling membuka aib kawan-kawan mereka masing-masing agar bisa terlepas dari jerat permainan yang sayangnya akhirnya mengantarkan mereka pada kematian.

Film berlabel 17 tahun ke atas ini memang menggambarkan bagaimana dahsyatnya efek negatif bullying secara terbuka. Cerita bergulir dengan banyak adegan yang memompa adrenalin, terutama saat Angel, Donna, Ciska, Antoni, Bondan, Cupi diseret dalam permainan sadis ini.

Adegan pun kerap dibumbui ucapan-ucapan kotor nan kasar dari keenam sahabat ini plus tingkah laku anak muda yang kebablasan. Aib-aib yang diungkapkan mereka pun bikin ngeri melihatnya.

Mulai dari pelacur, tidur dengan kekasih teman sendiri yang berakhir aborsi, orang tua penyuka seks dengan kekerasan, penyuka sesama jenis, bersenggama dengan guru demi lulus sekolah, anak pungut, hingga cerita anak yang di perkosa ayah kandungnya sendiri.

Belum lagi adegan dimana satu persatu mereka akhirnya meregang nyawa dengan cara yang tragis. Walau ada dua adegan meregang nyawa yang terkesan absurd lantaran hanya karena terlilit gordeng kamar dan kabel headset, namun selebihnya adegan meregang nyawa lainnya cukup membuat ngeri melihatnya.

“Kita tidak mau menutup-nutupi. memang fakta yang terjadi seperti itu. Bahkan ada yang lebih parah lagi. Coba saja cek di komen-komen Instagram,” ujar Michael Lie, salah satu pemeran film ini soal penuhnya film ini dengan kata-kata kotor dan kasar saat Press Screening di Jakarta, Selasa (31/7).

Melihat banyaknya adegan kekerasan dan nyerempet-nyerempet seks menyimpang, perkataan-perkataan kotor yang walaupun sudah sedikit disamarkan tapi masih termaknai jelas, Lembaga Sensor Film (LSF) ternyata masih bisa meluluskan film ini di kategori 17 tahun ke atas.

“Kita inisiatif samarkan adegan-adegan yang menggambarkan seks dan cenderung sadis. Itu otomatis kita samarkan pakai CGI. Tadinya kalau tidak disamarkan, film ini masuk kategori 21 tahun ke atas. Nantinya akan ada versi uncut-nya,” ujar sutradara sekaligus produser film ini, Amar Mukhi.

Saat ditanya akankah cerita film ini akan menuai kecaman publik dan menjadi bumerang dalam kampanye anti bullying karena Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai pihak yang ikut mendukung film ini mendapat laporan dari publik terkait isi dan cerita film ini, Amar mengaku keterlibatan KPAI hanya sampai pada kampanye anti bullying saja.

“KPAI hanya kita libatkan sebagai bagian yang mendukung kampanye anti bullying saja. Makanya di poster film nggak ada kan logo KPAI,” ucap Amar.

Kita tunggu saja tayangnya film yang dibintangi Yuniza Icha, Ade Ayu, Wendy Wilson, Shoumaya Tazkiya, Damita Argobie, Harris Illano, Baron Wildchut dan Michael Lie ini pada Kamis (2/7).

Akankah film ini menjadi ‘pemenang’ alias bagian penting dalam kampanye stop bullying atau malah sebaliknya, jadi bumerang yang berbalik kepada sang pelemparnya. (NVR)

No More Posts Available.

No more pages to load.