Beginilah Suasana Malam Cap Go Meh di Batavia 88 Tahun Lalu

oleh
oleh

JAKARTA, Voicemagz.com – Ingin pilihan lain dari biasanya dalam merayakan Imlek tahun ini dan ingin tahu bagaimana suasana Jakarta 88 tahun silam, tak ada salahnya datang ke gedung Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Sabtu-Minggu (10-11/2) ini.

Dalam dua hari tersebut, Kelompok Pojok yang didukung seniman Bulungan akan mementaskan naskah berjudul ‘Nonton Capgome’ yang ditulis pada tahun 1930-an oleh seorang sastrawan sekaligus wartawan revoluisoner pada masanya yaitu Kwee Tek Hoay.

“Dengan setting malam Cap Go Meh di Batavia (Jakarta) tahun 1939, pementasan ini menggambarkan jika keturunan Tionghoa saat itu mengaggap diri mereka bukanlah bangsa lain, melainkan satu yaitu Indonesia,” ujar sutradara pementasan ini, Yasya Arifa di Jakarta, Jumat (9/2).

Dalam menyutradarai pementasan ini, Yasya bersama sutradara lainnya yakni Tamimi dan Kelompok Pojok melakukan riset mengenai sejarah masuknya orang-orang Tionghoa di Indonesia, bagaimana tradisi adat dan istiadat peranakan Tionghoa di Indonesia. Riset pun dilakukan sampai ke kawasan Cina Benteng dan Semarang.

Pertunjukan dengan genre drama komedi ini juga akan terasa berbeda daripada pertunjukan lainnya karena semua bahasa yang digunakan masih menggunakan bahasa Melayu Passer atau Melayu Tionghoa peranakan yang memang populer pada tahun naskah ini dibuat. Tapi jangan khawatir, penggunaan bahasa ini tidak akan menghilangkan esensi dari cerita sehingga penonton di era milenial saat ini masih dapat mengerti dialog para pemain.

“Kami juga ingin generasi saat ini tahu bahwa dulu bangsa ini juga memiliki bahasa Melayu Passer, bahasa yang telah menjadi pemersatu bangsa tidak hanya di negeri ini, tetapi juga di kawasan Asia Tenggara,“ jelas Tamimi.

Acara yang didukung penuh Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (ASPERTINA) serta Yayasan KOCI Jakarta ini telah dipersiapkan selama hampir satu tahun dengan melibatkan sekitar 130 pemain termasuk anak-anak teater dari SMA 3, SMA 2, SMA 6, SMA Hangtuah dan SMA 86.

Dari pementasan ini juga diharapkan kesalahpahaman yang selama ini ada dan tertanam dalam benak masyarakat pribumi tentang keturunan Tionghoa berubah.

“Ini memang akibat praktik devide et impera warisan kolonial. Kami ingin bangsa ini menjadi Tunggal Ika di dalam kebhinekaannya. Mereka juga adalah kita yaitu Indonesia dan tidak ada yang membedakan antara kita dan mereka. Itu spirit kami dalam menggarap pertunjukan ini yang juga spirit sang penulis naskah ini,” ucap Tamimi.

Seperti diketahui, Hari Raya Cap Go Meh atau Yuan Xiaojie (dalam bahasa Tionghoa) adalah salah satu perayaan hari raya tradisional Tiongkok. Perayaan Cap Go Meh jatuh pada tanggal 15 bulan pertama tahun Imlek. Menurut tradisi rakyat Tiongkok, sehabis Cap Go Meh maka berakhirlah seluruh perayaan Tahun Baru Imlek.

Sedangkan sang penulis naskah, Kwee Tek Hoay adalah pengarang, wartawan, tokoh intelektual, rohaniwan dan pengusaha berdarah Tionghoa yang lahir di Bogor 31 Juli 1886 dan meninggal dunia di Cicurug Sukabumi pada 4 Juli 1952. Hoay telah menulis 115 karya, dimana 25 karya diantaranya adalah karya sastra yang meliputi cerpen, novel, naskah drama, puisi. (NVR)

No More Posts Available.

No more pages to load.