JAKARTA, VoiceMagz.com – Pembentukan BPI yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman ditengarai semakin menyimpang saja.
Bukan semata sebagai penyelenggara Festival Film Indonesia (FFI) yang dananya tetap dari negara, BPI bahkan berniat mengakuisisi FFI sebagai miliknya.
Hal itu tampak kasat mata karena sudah ada blueprint sampai FFI 2023, dimana yang boleh mengadakan FFI hanya BPI.
Hal itu disampaikan wakil ketua umum BPI, Dewi Umaya dan Dewi Puspa mewakili Kapusbang Perfilman yang menandaskan keberadaan Standard KKNI dalam 10 bidang dan diverifikasi dan disahkan oleh KemenakerTrans.
FGD untuk blueprint 2023 FFI ini sudah berlangsung selama tiga hari ini, mulai Kamis-Sabtu (1-3/8) di hotel Grandhika, Jakarta, baru-baru ini.
Akibat tindakan gegabah mengakuisi FFI ini, protes keras datang dari salah satu kritikus film dan wartawan senior Wina Armada. Wina bahkan secara terang benderang melawan keputusan itu.
“Saya izin sekaligus minta maaf berpendapat tegas, FFI bukan milik BPI dan tidak berada di bawah BPI. UU Perfilman jelas menyebut BPI lembaga swasta kok, yang harus mencari dana sendiri. BPI juga tidak boleh digaji oleh negara! Hibah dari negara pun hanya boleh dua kali. UU mengamanatkan BPI membuat festival dalam dan luar negeri sendiri, bukan ‘mencaplok’ FFI dan lantas merasa FFI berada dalam genggamannya!,” tandas Wina Armada di Jakarta, baru-baru ini.
Wina bahkan mengingatkan jika secara historiografis FFI terselenggara dan ada kelanjutan hingga beberapa waktu lamanya, karena ada peran besar wartawan dan kritikus film yang juga tidak dapat diabaikan begitu saja.
“Lalu darimana pula BPI punya kewenangan “menyegel” ketentuan (baca: blueprint) FFI sampai tahun 2023. Saya tidak anti BPI, tapi cuma tunduk patuh kepada UU (Perfilman) saja,” tegasnya. (NVR)