In Memoriam Mus Mulyadi: Buaya Keroncong Yang Pernah Terlunta di Negeri Singa

oleh
oleh

JAKARTA, VoiceMagz.com – Kembali, dunia musik tanah air berduka. Musisi keroncong senior, Mus Mulyadi meninggal dunia hari ini, Kamis (11/4) di usia 73 tahun.

Penyakit diabetes yang dideritanya cukup lama memang telah menggerogoti kesehatan musisi yang dikenal sebagai ‘Buaya Keroncong’ ini.

Putra Mus Mulyadi, Erick Renanda Haryadi menyampaikan kabar kepergian sang ayah melalui akun Instagram pribadinya @erick_mus’s.

“Selamat jalan Papa, papa udah ga sakit lagi… maaf in aku yang belum bisa membahagiakan papa, papa sudah bersama Bapa disurga. Amin,” tulisnya sambil menyertakan emoji tanda hati.

Dikatakan Erick, sebelum wafat, Mus sempat berucap jika kondisi tubuhnya membaik. Namun ternyata, itu adalah ucapan terakhirnya.

“Bilangnya sudah enakan. Gulanya juga sudah turun, habis makan beliau bilang makanannya enak, he he he. Sudah habis itu hilang, ke rumahnya, ke rumah Bapa di Surga,” kata Erick.

Mus Mulyadi dikenal sebagai penyanyi keroncong senior Indonesia. Ia bahkan mendapat julukan sebagai si Buaya Keroncong. Beberapa lagunya yang menjadi hit antara lain, ‘Kota Solo’, ‘Dinda Bestari’, ‘Telomoyo’ dan ‘Jembatan Merah’. 

Mus lahir dan menghabiskan masa kecil hingga remajanya di kota Surabaya. Ia adalah anak ketiga dari delapan bersaudara dari pasangan Ali Sukarni dan Muslimah. Bakat seninya tumbuh secara otodidak karena pengaruh dalam keluarganya yang memang seniman.

Almarhum pernah menjadi anggota Favourite Band. Istrinya juga seorang penyanyi, Helen Sparingga, dan adiknya juga menjadi penyanyi pop dan jazz Mus Mujiono di era 1980-an.

Karier pertama musik Mus berawal dari band Irama Puspita yang ia dirikan semasa remaja di Surabaya dengan personel 13 wanita. Dalam band itu, Mus belum terjun langsung untuk tampil di atas panggung. Ia memilih untuk berada di balik layar sebagai pelatih.

Namun perjalanannya tak mulus. Tiga orang anggota dari grup itu secara diam-diam hengkang dan membentuk band wanita sendiri di ibukota dengan nama Dara Puspita. Salah satu band wanita legendaris yang beranggotakan Titiek AR, Lies AR dan Sugien alias Susy Nander.

Usai dengan Irama Puspita, Mus kemudian bergabung dengan sebuah grup band Arista Birawa pada 1964 yang dibentuk oleh Busro Birawa. Personelnya adalah ia sendiri sebagai pemegang bas dan merangkap sebagai vokalis, sementara Jeffry Zaenal (Abidin) pada drum, M.Yusri pada gitar, Oedin Syach pada gitar, bersama Sonata Tanjung. 

Bersama Arista Birawa, Mus Mulyadi menelurkan satu album Jaka Tarub yang diproduksi PT Dimita Moulding Industries Record pada 1965. Belakangan band itu menghasilkan album rekaman lokal Si Ompong & Masa Depanmu di Serimpi Recording tahun 1972 tanpa keterlibatan Mus Mulyadi. Kemudian dirilis ulang pada 2005 di Recording Shadoks-Jerman.

Dua tahun setelah bergabung dengan Arista Birawa, Mus sempat mengembara ke Singapura bersama Jeffry Zaenal dan Arkan atas ajakan Jerry Souisa sebagai pemimpin grup. Meski sempat ragu, ia akhirnya nekat pergi untuk melakukan tur pertunjukan di negeri Singa itu. 

Hanya saja, perjalanannya lagi-lagi terhambat. Selama dua tahun di sana, mereka tak kunjung mendapatkan tawaran manggung hingga sempat menjadi gelandangan, kelaparan, dan terlunta-lunta tanpa makanan, pekerjaan, serta uang. Namun kondisi itu juga yang kemudian menguatkan Mus dan kawan-kawan untuk mulai berusaha mengubah nasib. 

Mus pun belajar menciptakan lagu dan lahirlah lagu-lagu seperti Sedetik Dibelai Kasih, Jumpa dan Bahagia, Kr Jauh di Mata hingga terkumpul sepuluh lagu. Mereka pun membentuk sebuah band yang diberi nama The Exotic dan menawarkan karya-karyanya kepada Live Recording Jurong pada 1969.

Penyakit diabetes yang telah lama menggerogoti Mus, menyebabkan kedua matanya buta sejak akhir 2009.

Kejadiannya berlangsung tanpa diduga. Waktu itu ia sedang sibuk mengerjakan album Keroncong Murni. Malam seusai rekaman, ia merasa capek sekali. Begitu bangun esok pagi, matanya tiba-tiba tidak bisa melihat. Kejadian Itu terjadi dua hari setelah Natal. Ia segera ke dokter untuk memeriksakan kondisinya.

Beberapa hari kemudian, operasi untuk mata kiri pun dilakukan. Sayang, upaya tersebut tak banyak menolong. Saraf di mata kirinya terlampau lemah. Dokter pun tak bisa berbuat apa-apa. Mulai saat itu, Mus yang kemampuan mata kanannya menurun jauh sejak 2004 tidak bisa melihat sama sekali.

Walau tak pernah putus asa, namun kehilangan indra penglihatan tentu saja menjadi cobaan berat bagi arek Suroboyo ini, hingga akhirnya maut menjemputnya.

Selamat jalan Om Mus Mulyadi… (NVR/ dari berbagai sumber)

No More Posts Available.

No more pages to load.