Saat Cerita Diplomasi Berbalut Intrik dan Spionase Coba Raih Hati Milenials

oleh
oleh

JAKARTA, VoiceMagz.com – Lagi, sebuah film nasional berlatar sejarah bangsa Indonesia dibuat sineas dalam negeri. Berkaca dari masih minimnya film bertema sejarah dapat atensi besar penonton, mampukah film bertajuk ‘Moonrise Over Egypt’ ini meraih hati kaum milenials?

Berlatar belakang perjuangan pahlawan nasional H. Agus Salim saat memimpin delegasi Indonesia mendapatkan memperjuangkan pengakuan atas kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia dari Mesir, film ini coba hadir melengkapi sejumlah film-film berlatar belakang sejarah.

Seperti diketahui, pada April 1947, Agus Salim beserta Abdurrachman (AR) Baswedan, Mohammad Rasjidi dan Nasir Sutan Pamuntjak bertolak ke Mesir guna bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Mesir, Mahmud Fahmi El Nokrashy. Mereka diutus presiden Soekarno untuk mendapat pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia secara de jure dari pemerintah Mesir.

Film ini menceritakan lika-liku perjuangan delegasi Indonesia melawan kelicikan Duta Besar Belanda, Willem Van Receteran Limpurg yang tak merelakan kemerdekaan Indonesia dan ingin mengagalkan misi diplomatik tersebut. Ada intrik-intrik pengkhianatan hingga upaya pembunuhan PM Mesir, Nokrashy.

“Kalau secara runtutan kisah ceritanya, ini bisa saya bilang 70 persen berdasarkan sejarah. Di Mesir saat itu memang banyak pelajar asal Malaya (Malaysia) yang mendukung perjuangan delegasi, walau nama Zahra sebagai salah satu tokoh pelajar asal Malaya itu fiksi. Juga nama Hisyam yang melakukan pengkhianatan terhadap delegasi kita, tapi jika fakta adanya pengkhianatan memang ada,” beber sutradara ‘Moonrise Over Egypt’, Pandu Adiputra saat Press Screening film ini di Jakarta, Jumat (16/3).

Lalu, bagaimana film yang kesulitan menemukan setting asli Mesir di tahun 1947 ini bakal mampu menarik minat kaum milenials datang ke bioskop?

“Dari pemilihan tema, kita berusaha memilih tema sejarah yang berlatar belakang diplomasi, karena film sejarah yang settingnya perang sudah banyak. Ini juga salah satu cara untuk menarik minat kalangan muda,” beber Pandu.

Saat berbicara di depan mahasiswa dalam diskusi-diskusi tentang film ini, dirinya juga kerap memaparkan jika film besutan rumah produksi Tiga Visi Selaras (TVS) ini punya point of view khusus yang patut untuk disimak.

“Saya selalu bicara, big messages-nya adalah upaya memperkenalkan Indonesia ke dunia luar, ini titik nol dari Indonesia di mata luar. Ada intrik spionase dan upaya pembunuhan. Jadi kalian perlu menontonnya,” ucap Pandu lagi.

Bicara hasilnya nanti yang mungkin saja tak sesuai dengan ekspetasi, pihaknya, ujar Pandu, mengaku sudah siap.

“Insha Allah, kami semua dari tim produksi sudah bermental baja. Visi utamanya, pesan tadi harus kita sampaikan,” tandasnya.

Tiga Visi Selaras (TVS) mempercayakan tokoh sentral H Agus Salim kepada aktor teater kawakan asal Yogyakarta, Pritt Timothy. Vikri Rahmat sebagai AR Baswedan (kakek dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan), Satria Mulia sebagai Mohammad Rasidi, Drh Ganda sebagai Nasir Pamuntjak (ayah aktris Jajang C Noer). Sedangkan aktor lawas Mark Sungkar didapuk memerani PM Mesir Nokrashy. Sementara lawan mereka yakni Dubes Belanda di Mesir diperankan oleh aktor bule, Harry Bond Jr. (NVR)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.