JAKARTA, VoiceMagz.com – Jika mendengar kata homeschooling, pertama yang terlintas salah satunya adalah belajar tanpa legalitas yang jelas. Tentu saja stigma ini akan menghasilkan pandangan sebelah mata terhadap metode pembelajaran yang satu ini.
Guna mengikis stigma dan pandangan sebelah mata inilah maka komunitas praktisi sekolah rumah (homeschooling) menggelar sebuah festival pendidikan berbasis keluarga dengan tema ‘Sukacita Belajar’ di anjungan Kalimantan Barat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu (22/7).
Even ini juga merupakan wujud kepedulian praktisi homeschooling yang dalam kesehariannya masih belum mendapatkan pengakuan di masyarakat, sehingga mereka kerap berhadapan dengan berbagai kendala, terutama lantaran masih minimnya informasi mengenai homeschooling.
“Padahal sebenarnya, homeschooling adalah bagian dari pendidikan informal, yaitu Pendidikan Berbasis Keluarga (PBK). Jadi tidak bertentangan dengan program pendidikan yang selama ini digadang-gadang pemerintah,” ujar Rahadian Saepuloh, praktisi homeschooling yang juga seksi acara Festival ‘Sukacita Belajar’.
Ia mengakui bahwa masih ada kendala di masyarakat terhadap pemahaman homeschooling terkait legalitas, praktik belajar, anggapan jika anak yang mengikuti homeschooling tidak akan punya teman dan kesulitan bersosialisasi.
“Homeschooling bisa dilegalkan nantinya dengan Kejar Paket A, B atau C. Yang masih jadi masalah juga, legalitas yang didapat itu juga masih dipandang rendah. Ada anggapan jika Kejar Paket itu hanya buat anak-anak yang putus sekolah. Padahal tidak, banyak anak-anak yang ikut homeschooling dan menyelesaikan legalitas pendidikan lewat jalur Kejar Paket yang berprestasi. Dan program Kejar Paket A, B dan C sudah sesuai Permendiknas No.12/2007,” lanjut Rahadian.
Diceritakannnya, contoh yang berhasil menjalani homeschooling adalah atlet wushu nasional Yla dan Vyel. Kakak beradik ini meraih berbagai medali dari berbagai kejuaraan wushu nasional maupun internasional. Lalu ada Hanif, yang memenangkan kejuaraan robotik di Singapura.
Contoh lainnya adalah Nuala, berawal dari kepedulian membantu ibunya di rumah, kini memiliki usaha roti Maryam yang sudah memiliki pasar dan produknya sudah dijual di pasar swalayan. Lalu Hans, seorang anak yang telah diperkenalkan pada beberapa kegiatan sampai akhirnya menemukan kecintaannya di bidang musik, dan saat ini menjadi bagian dari kelompok paduan suara yang rutin berkompetisi dalam skala internasional. Kemudian ada Zaky, remaja yang sangat mandiri dan mencintai dunia desain digital.
Lanjutnya, kegiatan festival pendidikan rumah dan berbasis keluarga ini diadakan sebagai sarana edukasi dan sosialisasi agar masyarakat mengenal lebih dekat apa itu homeschooling. Diharapkan akan adanya pemahaman yang tepat, tidak ada lagi kesalahpahaman yang terjadi di kalangan masyarakat dan praktisi homeschooling tidak lagi dipandang sebelah mata.
“Festival ini juga dapat membantu orang tua mencari informasi mengenai homeschooling untuk memenuhi kebutuhan belajar anaknya. Di ‘Sukacita Belajar’ ini, enam orang anak yang menjalani homeschooling akan menceritakan perjalanan pendidikannya sampai menemukan pelajaran yang diminatinya dan berprestasi dari ketekunan belajarnya,” imbuh Ketua Panitia ‘Sukacita Belajar’, Simon Fauzan Priyanto.
Selain itu, Koordinator Nasional Perkumpulan Homeschooling Indonesia (PHI), Ellen Kristi juga membeberkan kepastian legalitas homeschooling dan kedudukannya di dalam sistem pendidikan Indonesia.
“Dan yang terpenting adalah peran keluarga yang harus memahami jika homeschooling merupakan sebuah hal yang menjadi kesepakatan dan komitmen, terutama bagi orang tua untuk mendidik anak sepenuhnya. Orang tua juga bisa nantinya bertindak seperti ‘kepala sekolah’ buat anaknya,” imbuh Nada Arini, praktisi homeschooling lainnya.
Penggiat festival ini pun berharap dapat terus mengedukasi masyarakat mengenai pendidikan berbasis keluarga agar setiap anak Indonesia mendapatkan hak untuk memperoleh akses ke jalur pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. (NVR)