Usai merilis album perdananya bertajuk “Celebration of Birth”di Jakarta 2010 silam, band ber-genre progresif rock “Montecristo” kembali merilis album keduanya bertajuk “ A Deep of Sleep”, pada Rabu 7 Desember 2016, di Hard Rock café Jakarta.
Seperti pada album pertama, pada album kedua ini Montecristo tetap konsisten menyuguhkan musik rock yang berkisah, dengan mengandalkan lirik yang bertutur dan berpesan sebagai kekuatan utamanya. Harapannya adalah mampu mengajak pendengarnya untuk berkontemplasi.
Hampir semua lagu yang ada dalam album kedua ini liriknya ditulis dalam bahasa Inggris, kecuali lagu “Nanggroe” yang lirik dan lagunya ditulis oleh Fadhil Indra (keyboard). Lagu ini secara khusus didedikasikan oleh Montecristo untuk korban Tsunami yang terjadi di Aceh pada Desember 2004 silam. Agar para korban tetap bersemangat untuk membangun kembali kejayaan Aceh.
Alasan mengapa liriknya banyak berbahasa Inggris Eric menjelaskan,
” Pemilihan bahasa inggris dalam lirik lagu lagu Montecristo tak lain adalah, agar misi dan pesannya jangkauannya bisa lebih luas, selain itu pesan yang melebur dalam musik lewat lirik lagu akan lebih efektif ,” ungkap Eric Martoyo (vocalis), saat jumpa pers di Jakarta.
Selain hampir semua liriknya berbahasa Inggris, juga hampir semua lirik-liriknya ditulis oleh vokalisnya yaitu Eric martoyo. Sehingga makna yang terkandung dalam setiap liriklagunya kebanyakan terinspirasi oleh pengalaman Eric yang memiliki hoby traveling. Seperti dikisahkan Eric berikut ini;
“Sebenernya proses pembuatan lirik berawal dari kesukaan saya traveling, jadi dimana saya singgah disitu saya membuat lirik,misalnya saja lagu “Alexander”, liriknya saya buat ketika saya berada di Mesir dalam perjalanan dari kota Kairo ke Alexandria, waktu itu saya terkesan dengan panglima perang dahsyat dari Macedonia yang hidup pada 350 tahun sebelum Masehi yaitu Alexander”, kisah Eric.
“Kehebatan Alexander sebagai panglima perang yang bukan saja karena dia selalu berada di garis depan dalam setiap pertempuran, tetapi dia juga seorang yang humanis, bahkan dia tidak membunuh keluarga raja yang ditaklukkannya, tetapi justru merangkul, selain itu Alexander juga tak pernah membakar kota yang ditaklukkannya, tetapi justru membangun” kisah Eric lebih lanjut.
Inspirasi dan kreatifitas Eric dalam membuat lirik memang bisa muncul dimana saja dan kapan saja. Bahkan ketika dalam perjalanan diatas pesawatpun bisa muncul ide membuat lirik.
“Saat penumpang lain terlelap tidur dalam perjalanan berjam-jam diatas pesawat, saya justru mulai mengolah kata dan diramu untuk dijadikan lirik lagu”.kata Eric.
Lebih dari itu, penggunaan lirik dalam bahasa Inggris sejatinya merupakan sebuah strategi bisnis global, karena dengan lirik berbahasa inggris orang diseluruh dunia akan lebih cepat mampu menangkap pesan apa yang disampaikan dalam lirik lagu lagu tersebut. Jangkauannya pun menjadi akan menjadi lebih luas, sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat Internasional.
Hal ini dimungkinkan karena setelah era penjualan fisik berbentuk CD atau DVD mulai melemah, penjualan lagu beralih dengan menggunakan konten digital. Dimana penjualan secara digital pangsa pasarnya jauh lebih luas, bahkan bisa mencakup lebih dari 300 toko digital yang tersebar diseluruh dunia. Jadi album Montecristo ini nantinya bisa dinikmati di berbagai belahan bumi melalui toko-toko digital semacam iTunes, iguana dan lain-lain.
Ketika ditanya oleh awak media tentang target penjualannya Eric menjawab dengan optimis; “ Targetnya laku 1juta copy, ini serius, harus optimis dong?, Jawab Eric.
Selain mempertahankan liriknya yang bertutur atau bercerita, band yang digawangi Eric martoyo (lead vocal), Fadhil Indra (piano, keyboards,vocals), Rustam Effendy (gitar), Alvin Anggakusuma (gitar, backing vocals),Haposan Pangaribuan (bass) dan Keda Panjaitan (drums) ini juga tetap konsisten mengusung musik berkualitas yaitu progressif rock.
Progresif Rock Musik dengan Ciri dan Kelas tersendiri
Tak gampang mememang untuk bisa mencerna dan memainkan jenis musik yang satu ini. Bukan saja karena kord-kord nya yang ‘kriting’ (istilah anak sekarang), dan beat-betnya yang terkadang aneh dan susah ditebak perpindahannya, misalnya saja mulai dari ketukan normal 4/4 tiba tiba menjadi 7/8, 1/32, dan sebagainya, tapi juga durasinya yang cenderung panjang.
Montecristo juga mengadopsi itu seperti pada lagu “Point Zero”, dimana durasinya tembus 13 menit. Jika dibandingkan dengan lagu pada umumnya bisa 3 kali lipat durasinya, sebab lagu –lagu bergenre pop, rock, blues, soul atau RnB umumnya berdurasi 4-5 menit.
Durasi panjang dalam satu lagu memang sudah menjadi ciri khas dari musik-musik bergenre progresif rock. Hal itu bisa disimak pada album dari band-band yang mengusung progresif rock seperti Yes, Genesis, Rush, dan lain lain, yang menjadi kiblat dari Montecristo.
Proses pembuatan lagu dan pembuatan aransemen tentu bukan perkara mudah, sebab komposisi yang menjadi titik beratnya perlu dipikirkan secara matang. Hal ini diakui oleh salah satu personilnya Rustam Effendy (gitar).
“ Hampir semua lagu dalam album kedua ini prosesnya sulit, karena komposisi sangat kita pikirkan banget, selain itu pemilihan sound juga menjadi perhatian bersama”, jelas Rustam.
“ Proses pembuatan album kedua ini memang cukup panjang, jarak dari Album pertama ke album kedua hampir 6 tahun, tapi bukan semata karena konsep aransemen yang sengaja dibikin rumit sehingga memakan waktu bertahun-tahun, tetapi karena masing-masing personil juga memiliki kesibukan lain diluar musik, sehingga menjadi lama” jelas Rustam lebih lanjut.
Sementara Fadhil mengaku puas drngan album keduanya ini;
“ Secara musical saya puas dengan album ini, mulai dari penulisan lagu sampai aransemenya munurut kita sudah sesuai dengan karakter Montecristo”, jelas Fadhil.
Support dari para musisi
Tak hanya para para wartawan saja yang hadir dalam peluncuran album tersebut. Tetapi beberapa rekan musisi baik senior maupun junior juga turut member suport dan menjadi saksi lahirnya album kedua dari Montecristo. Diantara para musisi tersebut ada Yockey Suryoprayogo, Keenan Nasution, Iwan hasan, kadri (KJP). Namun demikian juniornya juga ada yang hadir diantaranya Irang Arkad (BIP), Krisna Prameshwara, Rere (Grass Rock), Eddie Kemput, Damon Koeswoyo, Ome The People dan lain lain.
Dalam kesempatan tersebut Yockey sempat didaulat oleh Seno M. Hardjo yang bertindak sebagai Moderator, untuk memberikan sepatah kata. Yockey pun mengaku terkejut dengan band yang dibentuk di Jakarta 2007 silam itu.
“ Saya tak menyangka Montecristo akan seperti ini, dibanding dengan album pertama, Montecristo jauh lebih dewasa, bahkan kalau dilihat secara keseluruhan jauh lebih bagus” ungkap Yocky.
Dalam kesempatan yang sama Iwan hasan mengaku kagum dengan lirik lagu dari Montecristo.
“ Saya kagum dengan lirik-liriknya, ini bagus banget, secara keseluruhan Montecristo kali ini jauh ada kemajuan disbanding dengan album pertama”.ungkap Iwan.
Selain Yockey Suryoprayogo dan Iwan Hasan, Kadri (KJP) juga turut dimintai pendapatnya dalam acara tersebut, kadri mengungkapkan;
“ Ini saya baru beli CD-nya dimeja depan, harganya 90 ribu, bukan karena kalian teman semua, tapi jujur gue akuin Montecristo keren, bener gue jujur, covernya juga keren”, ujar Kadri.
Filosofi Cover
Jika merujuk pada ucapannya Kadri yang mengatakan covernya keren saya setuju, sepintas memang terlihat unik, meskipun sejatinya sama sekali tidak tau apa makna filosofi dibalik cover tersebut.
Setelah saya berkomunikasi dengan Eric untuk mengungkap makna dan filosofi dari cover tersebut melalui chat di FB, ternyata bermakna luar biasa. Berikut penjelasan Eric;
“ Pada bagian cover bagian depan terlihat gambar jam pasir (hour-glass), tetapi isinya penuh dengan darah segar, jadi menggambarkan kalau orang masih hidup. Sementara dibagian cover belakang terlihat darahnya sudah habis, jadi menggambarkan orangnya sudah mati. Filosofi yang dituangkan dalam cover tersebut merupakan hasil diskusi bersama diantara para persone”, jelas Eric.
“Kalau artworknya bertemakan “waktu”., ada penunjuk waktu di setiap halaman bagian dalam kalau kita buka, sedang cover disainnya adalah Stevie Sulaiman” lanjut Eric.
Jika kita berbicara soal cover, sepertinya memiliki berkah tersendiri bagi Montecristo, sebab pada album perdananya “Celebration of Birth”, berhasil menyabet penghargaan AMI Awards untuk kategori disain cover terbaik. Akankah tuah dari almum pertama ini berlanjut di album kedua?. Kita nantikan saja pada gelaran AMI Awards 2017 mendatang.
Untuk proses mastering dipercayakan kepada Steve Smart di Studio 301, Syedney, Australia. Dipilihnya studio 301 menurut Menurut Eric sangat sederhana;
“Disana perangkat speakernya sangat lengkap. Jadi dari Speaker yang paling busuk hingga yang paling bagus semua ada disana. Logikanya hasilnya kalau didengerin di speaker yang busuk bisa bagus, maka kalau didengerin di speaker yang bagus dan modern pasti lebih bagus” tutup Eric.
Sedangkan untuk distribusi dan penjualan album Montecristo kedua ini Eric Martoyo dan teman teman Montecristo mempercayakan kepada label Demajors, dibawah komando David Karto.
Pemilihan Demajors tentu sudah melalui berbagai pertimbangan, sebab perusahaan yang didirikan oleh david Karto, Adhi Djimar dan Maheswara pada 2001 itu memang sudah memiliki pengalaman mendistribusikan album-album dari puluhan musisi Indonesia.//Irish Blackmore
Berikut track list yang terdapat dalam album “ A Deep of Sleep”.
1.Alexander 2.Mother nature 3.The man In A Wheelchair 4.Simple Truth 5.Ballerina 6.A Deep Sleep 7. A Blessing Or A Curse? 8.Point Zero 9.Rendezvouz 10. Naggroe.