JAKARTA, VoiceMagz.com – Banyak orang belum mengetahui sejarah Kerajaan Huristak di wilayah Padang Lawas, Sumatera Utara (Sumut). Tak banyak pula yang tahu, jika kerajaan ini adalah salah satu kerajaan yang menjadi basis perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal tersebut dibuktikan Raja Huristak IX, Patuan Barumun 1914 yang semasa hidupnya melewati empat masa, yakni masa Hindia Belanda, masa Jepang, masa kemerdekaan dan masa revolusi sosial.
Akar sejarah kerajaan Huristak sendiri dimulai jauh dari abad pertama masehi, dimana telah berdiri kerajaan Batak yang diambil dari kata Pa’ta berkedudukan di Batahan sekitar kota Natal sekarang. Di masa itu agama yang dianut orang Batak adalah Parmalim, dimana pemimpin agama malim bertindak sebagai penasehat pemerintahan yang berlaku. Raja Batak ketika itu bernama Raja Jolma dengan penasehat Raja Malim.
Kerajaan Batak tua yang terletak di Tapanuli Selatan telah menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain seperti kerajaan Ming di China dan kerajaan Cola di India, dan peradaban ini telah memiliki perguruan tinggi Parmalim yang terletak di Gunung Tua. Perdagangan saat itu banyak dilakukan melalui Pelabuhan Barus. Pelabuhan Barousai (Barus) ini tercatat di peta kuno yang dibuat Claudius Ptolomeus seorang gubernur jendral kerajaan Yunani pada abad 2 M.
Bukti sejarah seperti candi-candi yang terdapat di Padang Lawas dan sekitarnya yang menandakan bahwa dari abad 1 sampai 10 Masehi, peradaban Batak di daerah ini sudah sangat maju.
Raja dari Sriwijaya yang berkuasa di pantai timur Sumatera tidak pernah mengganggu kerajaan batak tua di bagian barat , kabarnya karena mereka masih ada hubungan kekerabatan. Pada tahun 1024, terjadi pertempuran antara kerajaan batak tua dengan Kerajaan Cola, hal ini disebabkan karena ketersinggungan Raja Rajendra Cola Dewa 1 atas hubungan dagang Kerajaan Batak tua dan kerajaan Ming.
Pertempuran ini berlangsung selama 5 tahun, dan pada tahun 1029 kerajaan Cola berhasil menguasai daerah tersebut, kerajaan batak tua runtuh, raja negeri batak ditangkap tapi tidak dibunuh dan setahun kemudian pada tahun 1030 pecahan kerajaan Batak tua berdiri kembali di Barus , Raja Malim (pimpinan agama Malim di gunung tua), menobatkan menantunya sebagai Raja Mula di kerajaan Batak Barus.
Kerajaan Huristak sendiri memiliki sejarah luhat-luhat (wilayah) yang juga masih jarang diketahui publik. Sejarah luhat-luhat tersebut dibagi menjadi:
1. Jaman Raja Kali Omar (Raja Huristak VII) Tahun 1840
Di jaman ini belum dikenal istilah barat seperti onderafdeeling dan onder district. Di jaman ini kerajaan Huristak masih memakai sistem Haradjaon, dimana batas-batas sungai dijaga administrasinya oleh Datuk dan Pandito yang ditunjuk raja.
2. Jaman Raja Sutan Palaon (Raja Huristak VIII) Tahun 1885
Administrasi Hindia Belanda telah masuk ke wilayah kerajaan Huristak. Belanda mengakui Sutan Palaon sebagai Raja van Hoeristak dan juga pemilik tanah di tiga luhat (Luhat Huristak, Luhat Simangambat dan Luhat Ujung Batu).
Secara administrasi Belanda adalah onderdistricthoofd tetapi secara administrasi internal kerajaan tetap memakai sistem lama. Terbukti ditemukan surat pembelian budak dan dengan tegas Sutan Palaon menyebut Kesultanan Kotapinang sebagai Luhat Kotapinang saja sebagai bentuk protes beliau kepada Belanda.
3. Jaman Raja Patuan Barumun (Raja Huristak IX) Tahun 1914
Ketiga luhat (Huristak, Simangambat, Ujung batu) masih menghadap paduka dan wajib membayar pajak dan lain lain, dimana kepemilikan tanah tetap diatur oleh Patuan Barumun. Di luar itu Belanda mulai membuat banyak luhat demi membendung Patuan Barumun. Terdapat surat protes Patuan terhadap Belanda bahwa Luhat Gunung Tua dulunya juga merupakan tanah pemberian kakeknya setelah dikeluarkan dari peta administrasi kerajaan, Belanda malah membuat semakin banyak luhat.
4. Jaman Jepang (1942-1945)
Pada awalnya Jepang menebar teror ancaman melalui poster-poster pemaksaan dan pemerasan di Padang Lawas. Tapi setelah 1500 orang rombongan pasukan Jepang dibenamkan di lumpur dengan sekali gebrak, dan komandan-komandan mereka diselamatkan dari maut, Jepang sangat hormat dan mengakui kedaulatan kerajaan Huristak. Istilah luhak hampir tidak ditemui lagi karena dianggap dan diketahui dan diakui Jepang bahwa semua luhat adalah milik kerajaan.
5. Jaman Bergabung dengan NKRI (1947)
Kerajaan Huristak menjadi bagian dari propinsi wilayah administrasi di provinsi Sumatera Utara dan Riau. (NVR)