Usai Dikuasai Swasta, Hukum Kehutanan Kerajaan Huristak Hilang

oleh
oleh

JAKARTA, VoiceMagz.com –  Gerah dengan semakin banyaknya pihak yang mengaku-ngaku pemilik tanah adat di wilayah Kerajaan Huristak, membuat pihak kerajaan harus angkat bicara kembali. Tak tanggung-tanggung kali ini pihak kerajaan menunjukkan dokumen asli kepemilikan tanah adat.

Diungkapkan Raja Huristak XII, Patuan Daulat Sutan Palaon, Tondi Hasibuan, BA selaku wakil dari kerajaan, ada sebuah hikayat tentang Raja Sutan Gadu Mulia Tandang, Raja Kedua Huristak pada awal abad 17. Jauh sebelum Belanda datang, dalam hikayat itu dijelaskan kalau saat itu hutan-hutan Padang Lawas, Padang Lawas Utara dan Rokan Hulu dalam penguasaan kerajaan.

“Sejak abad 17 sudah dibuat perjanjian jika siapa pun tidak boleh mengeluarkan hasil hutan, termasuk getah, batang, pohon. Tapi orang yang mendiaminya boleh mengambil buahnya tapi tidak boleh di jual keluar tanpa izin Raja Huristak,” beber Tondi di Jakarta, Senin (4/6).

Lanjutnya, di awal abad 18 ketika Belanda pertama masuk ke Padang Lawas, diterbitkan hukum-hukum kehutanan dan agak bertentangan dengan hukum Belanda, karena menurut dokumen banyak benerapa hukum Belanda itu sebenarnya bertentangan sama hukum-hukum kehutanan kerajaan yang sudah ada.

“Ada beberapa dokumen semacam dokumen protes jika hukum yang Belanda bikin menurunkan derajat kerajaan karena beberapa hukum kerajaan yang diubah,” paparnya seraya menunjukan sejumlah dokumen tentang hukum dan kepemilikan tanah adat kerajaan Huristak.

Namun bukan berarti kerajaan Huristak berdiam diri, hal ini terus dikomunikasikan dengan pihak Belanda. Hasilnya ada sedikit perubahan.

“Nah.. ketika Belanda kalah perang dari Jepang pada 1942, hukum-hukum kehutanan itu kembali seperti saat kerajaan lagi,” ujar Tondi.

Bahkan, ketika putera mahkota saat itu Sutan Managor Hasibuan menjabat sebagai Menteri Tani, hukum-hukum kehutanan itu digabungkan juga dengan hukum pertanian dan hukum persawahan di bawah kendali putera mahkota kerajaan.

Setelah era penjajahan Jepang dan kemerdekaan lalu kerajaan Huristak bergabung dengan NKRI pada 1947, hutan hutan di Padang Lawas terus dikelola walaupun hukum-hukum yang berlaku sudah bercampur antara hukum kerajaan yang asli, hukum Belanda, hukum Jepang dan hukum pemerintahan Indonesia.

Sampai tahun 1978, hutan-hutan di Padang Lawas masih di bawah kendali Raja Huristak X, Sutan Managor Hasibuan. Baru sekitar 1980-an, hukum-hukum itu bercampur karena hutan yang dikelola terlalu luas dan ada campur tangan pemerintah Indonesia.

“Setelah tahun 1990, hukum-hukum kehutanan bisa dibilang hilang karena dikuasai perusahaan-perusahaan pengelola tanah adat ini,” tandas Tondi.

Seperti diketahui, sengketa hak tanah adat Kerajaan Huristak, Padang Lawas hingga kini masih belum tuntas. Tanah adat kerajaan digunakan oleh sekitar 38 perkebunan swasta yang membeli kepada masyarakat tanpa surat kepemilikan yang sah.

Padahal pihak kerajaan Huristak memiliki semua bukti kepemilikan tanah adat tersebut dan telah menang dalam persidangan hingga ke tingkat MA dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ada sekitar 1.000 hektar tanah adat, diantaranya berada di Kabupaten Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. Lalu di Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang kini digunakan oleh pengusaha perkebunan itu untuk ditanami sawit.

Beberapa waktu lalu, Tondi menyebut, sang ayah selaku raja sebelumnya yakni Patuan Barumun tidak pernah menjual tanah adat kepada siapapun.

“Jadi nggak bener kalo ada yang ngaku-ngaku menguasai,” tegasnya. (NVR)

No More Posts Available.

No more pages to load.