JAKARTA, VOICEMAGZ.com – Menyusul desakan sejumlah musisi dan organisasi profesi agar Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia lebih transparan dalam pengelolaan royalti, LMK Wahana Musik Indonesia (WAMI) menegaskan pihaknya rutin melakukan audit keuangan dan administrasi sebagai bagian dari tata kelola penarikan royalti lagu.
Presiden Director WAMI, Adi Adrian menyatakan, audit rutin telah menjadi prosedur wajib sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Kami diaudit secara rutin sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan, sebagai wujud komitmen menjaga kepercayaan para pencipta sekaligus menjamin iklim industri musik Indonesia yang sehat,” ujar Adi di Jakarta, Kamis (14/8).
Ia menyebut hasil audit tersebut dipublikasikan di media cetak dan dapat diakses melalui situs resmi WAMI.
Firma audit internasional Forvis Mazars telah menangani audit WAMI sejak 2022, dan laporan keuangan terbaru pada 2024 kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Merespon wacana perlunya dilakukan audit lanjutan yang disampaikan sejumlah pihak, WAMI menyatakan tidak keberatan sepanjang prosesnya sesuai ketentuan yang berlaku.
“Ini menunjukkan pengelolaan keuangan kami sesuai standar akuntansi dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. WAMI selalu terbuka dan patuh pada regulasi yang berlaku,” tambah Adi.
Sebelumnya, kelompok penyanyi dan musisi yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) mengunggah surat terbuka pada Rabu (13/8) yang mendesak LMKN dan LMK lebih transparan.
Surat tersebut juga menanggapi pelantikan jajaran komisioner LMKN periode 2025–2028 pada 8 Agustus lalu.
Dalam suratnya, mereka mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 yang merupakan turunan UU Hak Cipta.
Regulasi itu menegaskan bahwa LMKN berwenang menarik royalti dari pihak yang memanfaatkan lagu secara komersial, lalu menyalurkannya melalui LMK kepada musisi yang menjadi anggota.
VISI dan FESMI menilai pembenahan sistem pendataan dan distribusi royalti perlu disertai langkah konkret.
“Segeralah lakukan distribusi yang adil dengan audit yang baik dan informasikan secara transparan ke publik, sembari membenahi sistem pendataan royalti yang membantu efektivitas dan produktivitas LMKN dan LMK,” tulis pernyataan bersama mereka.
Untuk diketahui, WAMI yang berdiri sebelum terbentuknya Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) pada 2014, merupakan salah satu dari 15 LMK yang beroperasi di Indonesia.
Berdasarkan data, terdapat enam LMK Hak Cipta (pencipta lagu/komposer), delapan LMK Hak Terkait (produser dan pelaku pertunjukan), serta satu LMK khusus produser fonogram. (NVR)






