JAKARTA, VoiceMagz.com – Era digitalisasi masih memperlakukan rating program televisi sebagai tolak ukur yang konkret.
Adanya satu lembaga tunggal yang mengeluarkan peringkat rating menyebabkan iklim industri media dan televisi tidak sehat.
“Harus ada aturan main yang menghindari adanya monopoli tapi diselenggarakan dalam koridor yang tidak melanggar aturan-aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),” ujar aktor dan produser senior Deddy Mizwar saat berbicara di Seminar Nasional ‘Ada Apa Dengan TV Rating Indonesia’ di Jakarta, Selasa (13/11).
Deddy mendorong perlunya ada lembaga lain sebagai pembanding yang juga bertugas melakukan riset untuk menilai sebuah program acara.
Hal senada juga disampaikan praktisi dunia rating televisi, Achjuman Achjadi. Ia menyebut, dominasi tunggal lembaga pengukuran rating televisi membuat mereka seolah kebal dari kritik dan masukan publik.
“Idealnya, lembaga tersebut dikontrol dan diawasi oleh asosiasi televisi swasta (ATVSI). Dengan demikian, catatan perbaikan seperti ini dapat ditangkap sebagai sebuah kesempatan oleh lembaga pembanding di bidang sejenis,” ungkap Achjuman.
Ia juga menyoroti pengukuran rating TV telestrial, pay TV maupun TV digital yang selama ini berlangsung masih belum terintegrasi, alias berjalan sendiri-sendiri. Padahal, kebiasaan menonton sekarang dilakukan dengan banyak saluran.
Achjuman menganjurkan, agar pengukuran yang sifatnya masih silo perlu digabungkan menjadi single source.
“Lantaran di masa mendatang TV rating masih relevan dan sangat diperlukan guna mendapatkan data yang bisa mewakili tren menonton dari audiens,” pungkasnya.
Di akhir seminar, Hartana selaku CEO Inrate, sebuah lembaga pemeringkat anak usaha PT Telkom, menyatakan pihaknya telah menyiapkan inovasi untuk merambah dunia digital dan siap memasuki industri pemeringkat.
“Inrate merasa sangat siap untuk memanfaatkan big data agar memberikan insight yang lebih mendalam mengukur rating televisi,” pungkas Hartana. (NVR)