Jakarta, Voicemagz: “Nguri-uri” seni budaya tradisional ditengah derasnya pengaruh global sangatlah tidak mudah, sebab masyarakat pada umumnya cenderung menggandrungi budaya yang sifatnya kekinian. Namun bukan berarti yang bersifat tradisional itu selalu terkesan kuno dan ketinggalan zaman, sebab banyak juga kesenian atau budaya yang sifatnya tradisional juga mengalami pembaharuan, meskipun sifatnya tidak frontal.
Seni budaya tidaklah statis, darimanapun asalnya dan apapun bentuknya pasti akan bersentuhan dengan hal hal yang sifatnya baru. Namun demikian ketika seni budaya yang sifatnya tradisional itu masih mempertahankan 80% keasliannya, maka seni budaya itu tetap dinggap asli.
Banyak masyarakat yang cemas dengan keberadaan dan kelangsungan seni dan budaya lokal. Kecemasan ini cukup beralasan, sebab tak banyak lagi orang yang benar-benar peduli melestarikan atau menjaga budayanya itu sendiri. Beruntung kita (utamanya masyarakat Jawa) masih memiliki orang hebat yang sangat peduli dengan kelangsungan seni budaya lokal yaitu Eny Sulistyowati SPd,SE. Beliau orang yang sangat gigih melestarikan atau “Nguri-uri” budaya tradisional Jawa,
Didepan para Wartawan yang tergabung di Forwan (Forum Wartawan Hiburan) Indonesia,
dalam sebuah acara “Bincang Budaya yang berlansung di anjungan DI Yogyakarta,TMII (14/03/16) Eny Sulistyowati SPd, SE mengatakan;
“Masyarakat Indonesia, berada dalam tegangan dua kultur, disatu sisi tetap memegang nilai tradisi (lama), pada sisi lain harus menerima nilai modern (baru), dari kultur asing yang mendunia. Ini merupakan dilemma sebetulnya. Masyarakat sekarang, terlebih kaum muda cenderung memilih seni budaya massa (pop), ketimbang budaya lokal, termasuk kesenian tradisi,” ungkap pendiri event organizer Tri Ardhika Production itu.
Lebih lanjut Eny mengatakan; “ Euforia kultur global ini ditandai dengan membanjirnya berbagai produk telekomunikasi elektronik. Termasuk pergeseran nilai serta berlangsungnya transformasi sosial budaya. Masyarakat ‘dimanjakan’ betul oleh berbagai fasilitas media dengan tontonan dan informasi menarik,” ujar seniman pengusaha, yang kini tengah menyiapkan sebuah pertunjukan tari kolosal dalam rangka World Dance Day 2016 (Hari Tari Dunia), yang akan berlangsung di kota Solo, Kamis-Jum’at (28-29/04/2016) mendatang.
Manajemen Kelola Profesional
Banyak pihak menyampaikan kegelisahan dan keprihatinannya mengenai kesenian tradisi yang semakin redup. Akhir-akhir ini kesenian tradisi, khususnya Jawa mengalami masa-masa sulit. Namun seharusnya hal ini tak menyurutkan semangat untuk tetap menghidupkan kesenian tradisi. Salah satunya melalui pendekatan Manajemen Kelola Pertunjukan profesional.
“Sudah seharusnya seni pertunjukan tradisionil dapat dikelola lebih profesional agar lebih menarik, estetis, memiliki cita rasa universal, dan tetap punya ketahanan nilai,” tambah Eny lebih lanjut.
Ada beberapa penyebab mengapa masyarakat terutama anak-anak muda cenderung lebih menyukai seni (budaya) pop. Masyarakat saat ini sangat dinamis, dan gampang bosan, oleh karenanya lebih menyukai hal-hal yang glamour, mudah dinikmati, dinamis, variatif, dan praktis. Termasuk dalam mencari hiburan dan rekreasi.
Sementara kesenian kita seringkali kalah menarik. Baik dari segi sarana dan prasarana, artistik dan pementasan yang terkesan konvensional. Oleh karenanya penggarapan teaterikalnya terasa monoton dan tidak berkembang. Tak heran jika hal ini berimplikasi pada menyusutnya jumlah penonton pada pementasan seni tradisi,
Terkait dengan persiapan World Dance Day 2016 (Hari Tari Dunia), Eny telah menyiapkan sebuah karya kontemplatif, tari ‘Bedhaya.’ Tari ini menurutnya, merupakan manifestasi kekuatan batin seorang seniman, ketika menemukan sebuah kedalaman makna yang ia sebut; ‘rasa yang tanpa rasa.’
“Dalam bidang seni tari, pencapaian tertinggi seorang seniman tari, adalah ketika ia sanggup (ngrepta) mencipta sebuah ‘Bedhaya.’ Inilah nanti yang akan saya persembahkan dalam event seni tari internasional, World Dance Day 2016. Sebuah pengembaran imaji saya selama ini melalui berbagai kontemplasi yang saya dapatkan dengan semangat memberi arti bagi jatidiri bangsa,” ungkap arjana pendidikan Seni (S1) alumni Jurusan Bahasa dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Surabaya ini.
World Dance Day 2016 (Hari Tari Dunia) nanti, terang Eny, juga akan dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni, baik seni berbasis klasik tradisi, maupun seni kontemporer, serta menampilkan karya fenomenal spektakuler ‘Solo 24 Jam Menari Non-stop.’ Melibatkan para seniman dari berbagai daerah di Indonesia serta masyarakat dunia dari berbagai manca negara. Hari Tari Dunia ini diselenggarakan atas kerjasama Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Pemerintahan Kota Surakarta, serta Tri Ardhika Production bertindak sebagai sponsor emas (Utama).
Kiprah Eny sebelumnya, terlibat dalam pementasan drama tradisional “Cupu Manik Astagina,” dan “Sumpah Abimanyu.” Tahun 2013 sukses mementaskan opera sejarah bertajuk “Ken Dedes Wanita di Balik Tahta” di Jakarta dan Surabaya. Lalu di tahun 2014 kembali sukses mementaskan Wayang Wong (WO) “Mahabandhana” (Kekuatan Tali-Tali Berbisa), di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Pertengahan bulan Februari lalu (Jum’at, 12/02/2016), Eny juga mendukung pementasan Wayang Orang (WO) Sriwedari, “Soma Brata” yang digelar di Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII)./Irish