Pementasan yang dilakukan ke-12 kalinya ini, selama kurang lebih 120 menit Happy Salma kembali memukau dengan perannya sebagai tokoh wanita yang hampir terlupakan dalam sejarah bangsa Indonesia, Inggit Garnasih. Kisah yang diambil dari buku Kuantar Ke Gerbang, digelar hari Sabtu malam, 10 Mei 2014 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, menjadi puncak pementasan dengan skala terbesar dari serangkaian pertunjukan Monolog Inggit selama ini.
Happy Salma mampu menghipnotis dan membawa penonton ke dalam suasana cerita yang disutradarai oleh Wawan Sofwan dan naskah yang ditulis oleh Ahda Imran. Dengan memasukkan unsur kekinian dengan penggunaan multimedia, tarian yang dibawakan oleh Tarian Kontemporer Studio Titik Dua, serta musik gamelan Sunda yang dibawakan oleh Gamelan Mustika Inggit dan paduan suara dari Seni Musik UPI Bandung. Suasana dan penghayatan lakon yang dibawakan Happy Salma semakin syahdu.
Happy Salma yang telah dikenal sebagai aktris, merasa bangga dapat segera menghadirkan sebuah suguhan seni budaya dalam konsep kontemporer unik dan berbeda yang diharapkan mampu memperkaya khazanah pertunjukan seni budaya yang pernah digelar di Tanah Air “Pementasan Monolog Inggit didedikasikan mengenang sosok Inggit Garnasih dan perjuangannya sebagai perempuan di masa kemerdekaan Indonesia. Dengan memasukkan tarian, musik dan multimedia, saya ingin mengajak penonton ikut larut dalam emosi Inggit yang sabar, setia, kesal, marah, berani, namun dengan tetap sederhana,” ujar Happy.
Pementasan yang digelar Djarum Apresiasi Budaya atas kerjasama Titimangsa Foundation bersama The Jakarta Post. Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation menuturkan,“Inggit Garnasih merupakan sosok yang berjuang dalam meraih kemerdekaan Indonesia dengan caranya sendiri sebagai seorang perempuan. Dengan menggabungkan unsur tradisional dengan unsur kekinian melalui penggunaan gamelan dan multimedia, menjadi pengingat bagi generasi muda agar tidak melupakan sosok dan perjuangan Inggit Garnasih,” papar Renitasari.
Monolog Inggit bercerita tentang kesetiaan seorang wanita yang merupakan istri kedua presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Selama 20 tahun Inggit terus menemani Kusno – panggilannya kepada Soekarno – hingga menjelang kemerdekaan. Hingga akhirnya Inggit berani berkata “tidak” ketika Kusno meminta ijin untuk menikah lagi. Inggit memilih unuk pergi dan meminta Kusno menceraikannya lalu memulangkannya ke Bandung. Saat itulah Inggit merasa tugasnya sebagai istri selesai.|Edo (Foto Istimewa)