JAKARTA, VoiceMagz.com – Setelah ditunggu sejak awal tahun ini, film ‘Wiro Sableng, Pendekar Kapak Naga Geni 212’ segera tayang di bioskop mulai 30 Agustus 2018.
Proses yang lama hingga akhirnya siap tayang di layar bioskop sepertinya memang harga yang sepadan. Film ini butuh proses yang sempurna untuk mampu menyeret penontonnya benar-benar sableng alias ‘gila’.
Dari sisi jalan ceritanya, film ini sangat mudah dimengerti. Apalagi karya yang diangkat dari novel Bastian Tito ini sudah sangat akrab di sebagian ingatan penonton. Oleh karenanya, film ‘Wiro Sableng’ ini dibuat dengan jalan cerita yang sederhana dan tidak ribet.
Sutradara Angga Dwimas Sasongko pun berusaha membuat karakter pemain dengan rapi. Perkenalan karakter mengalir sesuai dengan naskah. Begitu juga dengan pengunaan kostum, dialog-dialog, senjata, semuanya dikemas dengan pilihan yang tepat.
Gaya Vino Bastian berperan sebagai Wiro Sableng yang gokil, lalu Fariz Alfarizi sebagai Bujang Gila Tapak Sakti, Yayan Ruhian (Mahesa Birawa), Dwi Sasono (Raja Kamandaka) Ruth Marini (Sinto Gendeng) Marcella Zalianty (Permaisuri) Andy/rif (Dewa Tuak) hingga Rifnu Wikana (Kalasrenggi) bermain tepat dalam memainkan perannya.
Orang-orang yang bekerja di balik layarnya pun bukan orang sembarangan. Demi menghadirkan kualitas laga yang sempurna, nama Yayan Ruhian ditunjukan menjadi pemimpin di setiap adegan-adegan laganya. Aktor yang dikenal memang memiliki kemampuan silat mumpuni ini menghadirkan gerakan-gerakan silat yang asyik untuk dilihat. Semuanya dibuat dengan detil.
Film ini di awal menceritakan Mahesa Birawa yang tidak pernah puas dalam hidupnya. Sejak kecil ia punya hasrat yang berlebihan. Bahkan ketika ia sudah besar, ambisinya terkadang melewati batas. Harta milik masyarakat dirampas. Para wanita direbut dari pendampingnya.
Namun, berselang 17 tahun kemudian, Mahesa Birawa tidak lagi leluasa melakukan semua yang diinginkan. Wiro Sableng, seorang pendekar yang juga punya urusan yang belum terselesaikan dengan Mahesa turun langsung dari Gunung Gede untuk melihat realita masyarakat dan tentu saja menyadarkan Mahesa Birawa.
Ambisi Kaligundil dan Mahesa yang ingin menculik seorang putra mahkota, digagalkan oleh Wiro yang berniat membawa ‘pulang’ Mahesa Birawa. Sayangnya, ia masih belum bertemu dengan Mahesa. Alih-alih membawa pulang Mahesa, Wiro justru bertemu dengan pendekar-pendekar lainnya selama di perjalanan.
Film ini sendiri tak bakal lepas dari faktor penggunaan Computer Graphic Image (CGI). Sejumlah adegan terbang dan efek jurus-jurus Wiro dan Mahesa adalah bagian yang banyak menggunakan CGI yang pengerjaannya dilakukan bekerja sama dengan 99 VFX.
Tim CGI di film ini pun tak tanggung-tanggung. Ada sekitar 99 orang yang bekerja menggarap efek CGI agar berjalan smooth. Bahkan hingga detil di adegan sepele seperti meluruskan pedang, sampai efek background.
Kita tunggu respon penonton film Indonesia akan film besutan LifeLike Pictures dan 20th Century Fox ini. Akankah memuaskan ekspektasi dan menyeret penontonnya ‘sableng’ seperti yang selama ini digadang-gadang pihak-pihak yang ada di belakang layar? (RNZ)