JAKARTA, Voicemagz.com – Pesatnya jumlah penonton film nasional yang pada tahun ini tembus di atas angka 40 juta penonton juga menjadi sebuah indikator penting bagi pengelola bioskop. Belum lagi dari bisnis ‘sampingan’ di bioskop. Artinya, bisnis tontonan film semakin menggiurkan.
“2018 ini, estimasi 500 layar akan bertambah di seluruh Indonesia. Pertumbuhan jumlah layar bioskop juga akan sangat menguntungkan bagi perkembangan industri perfilman tanah air,” ujar Ketua Umum Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin di sela-sela pengumuman jajaran pengurus baru GPBSI di Jakarta, Rabu (3/1).
Dikatakannya, jumlah ideal bioskop saat ini sekurang-kurangnya 15 ribu layar. Dimana saat ini baru sekitar 1.500 layar yang baru terpenuhi. Artinya jumlah layar bisokop baru sekitar 10 persen dari jumlah kebutuhan ideal.
“Lima provinsi yakni Aceh, Kalimantan Utara, Maluku Utara, Papua Barat dan Sulawesi Barat bahkan belum punya bioskop sama sekali,” paparnya.
Menilik pada fakta jika bisnis tontonan film semakin menggiurkan, maka tak ayal mulai banyak juga mulai muncul jaringan-jaringan bioskop baru yang bermunculan selain raksasa-raksasa yang sudah lama bermain bisnis ini seperti jaringan Cinema XXI, CGV Indonesia dan Cinemaxx.
Baru-baru ini, jaringan New Star Cineplex (NSC) yang memiliki sejumlah bioskop di Bojonegoro, Banyuwangi, Jember, Jombang, Kudus, Madiun, Pasuruan, Sidoarjo merambah Jawa Barat dengan membuka dua layar baru di Kota Banjar, Jawa Barat pada akhir 2017 lalu.
“Perlu diketahui, dari bisnis ‘sampingan’ seperti jualan Pop Corn saja dalam sehari bisa meraup Rp3-4 juta. Memang bisa dibilang mesin Pop Corn itu mahal, bisa seharga Rp140 juta namun untungnya pun besar. Belum lagi dari makanan dan minuman lainnya. Penonton kan datang ke bioskop juga untuk jajan, bukan hanya sekadar menonton,” ungkap Djonny.
Sebagai upaya terus menambah jumlah layar, GPBSI merekomendasikan pada pemerintah agar adanya perubahan pajak hiburan menjadi pajak tontonan. Dimana kisaran pajaknya pun berubah, dari 35 persen menjadi 10 persen.
“Film berbeda dengan hiburan yang selama ini dikategorikan sama dalam pajak hiburan. Usaha pertunjukan film bioskop tidak hanya memberikan hiburan, tapi juga tontonan dan tuntutan yang mengandung nilai-nilai tradisi, agama, kebudayaan dan pendidikan serta penguatan kebudayaan bangsa. Kita usulkan pajak tontonan flat 10 persen di seluruh Indonesia. Ini juga untuk membuat bertumbuhnya layar-layar baru di Indonesia,” ucap Djonny. (NVR)