JAKARTA, VoiceMagz.com – Lima nominasi film dalam ajang kompetisi film dokumenter Eagle Awards Documentary Competition (EADC) 2018 telah selesai memasuki tahap akhir.
Dan akhirnya, film berjudul ‘Damai Dalam Kardus’ keluar sebagai pemenang ajang yang digelar Eagle Institute bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini di Jakarta, Rabu (31/10).
Film ini menampilkan kisah nyata seorang pria yang keutuhan keluarganya terpecah akibat konflik agama di Poso, Sulawesi Tengah beberapa tahun silam. Ia yang ikut ibunya yang beragama Islam, sejak kecil tidak pernah bertemu ayah kandungnya. Ia pun lalu berusaha mencari sang ayah yang beragama Kristen ini.
‘Damai Dalam Kardus’ berhasil mengalahkan empat film dokumenter lainnya, yaitu ‘Menabur Benih di Lumpur Asmat’ yang jadi juara kedua, ‘Pusenai The Last Dayak Basap’ mendapat juara ketiga, ‘Bioskop Kecil Harapan Besar’ dan ‘Menulis Mimpi di Atas Ombak’.
“Lewat film ini, kami ingin merepresentasikan masyarakat Indonesia melihat sebuah konflik harus melihat Poso. Poso semacam laboratorium perdamaian Indonesia. Anak muda di Poso berperan sebagai aktor perdamaian,” ucap Andi Ilmi Utami yang bersama Suleman Nur menjadi sutradara film dokumenter ini.
Dalam sambutannya sebelum pemutaran dan pengumuman lima nominasi film pendek ini, Direktur Utama Metro TV, Suryopratomo mengatakan, dengan tema ‘Menjadi Indonesia’, EADC 2018 kali ini ingin menemukan sineas-sineas muda film dokumenter yang bisa memunculkan sebuah program dan gagasan mengenai keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tema ini dianggap tepat waktu untuk digunakan kembali di tengah masa politik seperti saat ini.
“Sudah 73 tahun kita merdeka, Indonesia masih dalam proses menjadi ‘Indonesia’. Kita harus tahu identitas kita, melihat apa yang terjadi di tengah-tengah kita, sedang apa kita berjalan, dan apa yang harus kita isi untuk memperkuat ke-Indonesia-an,” tegas Suryopratomo.
Ketua Dewan Juri EADC 2018, Garin Nugroho mengakui, para nominasi ini mampu menyuguhkan cerita yang base on pada fakta sebenarnya di masyarakat Indonesia saat ini.
“Tapi tentu saja, walaupun fakta menjadi nomor satu dalam hal ini, tapi harus disesuaikan dengan tempat film ini ditayangkan,” beber Garin.
Selain itu, di tahun ini ajang EADC 2018 mengusung konsep Master Class. Dalam konsep ini, para peserta dipandu oleh mentor film dokumenter internasional asal India, Supriyo Sen.
“Para peserta ini sangat menjanjikan. Mereka punya cerita dan energi yang luar biasa. Mereka harus terus belajar dengan melihat banyak lagi film-film dokumenter dan belajar lebih mengenai teknik ekspresi sinematik,” ujar Garin yang bersama Nia Dinata menjadi juri di ajang ini. (NVR)