JAKARTA, Voicemagz.com – Bicara penggunaan rokok elektrik atau yang kini populer disebut vape, saat ini menjadi fenomena baru di Indonesia. Jumlah penggunanya kian hari semakin meningkat.
Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) memperkirakan, jumlah pengguna vape di Indonesia sudah mencapai 1 juta orang.
APVI sendiri mengaku hingga saat ini masih terdapat kendala besar terkait keterbukaan data antara APVI dan pemerintah.
“Kalau mau terbuka, kita bisa memberikan data yang cukup mendukung,” ujar Ketua Bidang Legal dan Bussines Development APVI, Deddy Dwiputra usai diskusi ‘Asap vs Uap: Kebutuhan Konsumen vs Regulasi’ di Jakarta, Sabtu (27/1).
Dikatakannya, ada banyak hal yang tidak sinkron terkait data antara pihaknya selaku perwakilan stakeholder dengan pemerintah.
“Salah satunya terkait data impor. Pemerintah bilang masih banyak penggunaan liquid impor, padahal sebenarnya konsumen kita lebih suka pakai produk lokal,” tegas Deddy.
Saat ini, lanjutnya, pengguna vape tak lagi identik dengan kalangan menengah ke atas. Produk vape yang terdiri dari alat penguapan elektronik, dan liquid atau bahan utama vape mulai merambah industri lokal.
“Kita juga butuh keterbukaan dari pemerintah terkait standar SNI bagi alat vape, gunanya untuk menjadi standar bagi industri lokal untuk bisa memproduksi,” lanjutnya
Lalu sejauh mana pengaruh vape terhadap kesehatan, dr. Amaliya, dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik Indonesia (YPKPI) menilai perbedaan sistem pembakaran yang ada pada rokok dan vape juga mempengaruhi zat yang terkandung dalam masing-masing produk.
Walau pun sama-sama menghasilkan nikotin, kadar zat racun dalam vape, kata Amaliya jauh lebih rendah.
Secara umum, ujarnya lagi, benda yang dibakar dan diuapkan menghasilkan zat yang berbeda. Benda yang dibakar, misalnya kayu, kertas, dan batu bara akan menghasilkan tar. Sementara benda yang dipanaskan seperti air hanya menghasilkan uap. dari benda tersebut.
“Jadi rokok akan menghasilkan tar, itu sama dengan 4000 zat pemicu kanker dan bersifat racun. Bukan berarti tanpa resiko, hanya saja vape resiko nya lebih rendah hanya 5 persen (zat racun yang terkandung), sementara rokok lewat tar-nya 100 persen,” jelasnya.
Ia juga mencoba meneliti pengaruh vape dan rokok konvensional dalam kesehatan mulut.
“Namun, sel yang melapisi rongga mulut tidak bisa bohong. Di Indonesia pengguna vape dulu nya adalah perokok konvensional, jadi zat yang ada di rongga mulut masih tertinggal. Tapi, pengaruh uap vape kepada pengguna pasif, atau yang berada di sekitar pengguna vape resikonya lebih rendah (dibandingkan paparan asap rokok),” bebernya.(NVR)