JAKARTA, VoiceMagz.com – Menggarap film kadang mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan antara fiksi dan kenyataan. Seperti yang terlihat dalam film ‘Jelita Sejuba’ produksi Drelin Amagra Picture.
Film ini menceritakan perasaan Sharifah, sosok gadis lugu kelahiran Natuna yang menjadi seorang istri tentara yang setia menanti sang suami menjalankan tugas negara.
Salah satu adegan yang lumayan mengganjal adalah saat Sharifah (Putri Marino) harus menjual gelangnya untuk menutupi kebutuhan hidup keluarga mereka saat ditinggalkan sang suami, Jaka (Wafda S Lubis) yang bertugas ke luar Natuna. Padahal Jaka sudah berpangkat Kapten, dan seperti diketahui, gaji seorang Kapten terbilang sudah layak untuk hidup keluarga kecil mereka.
Apalagi sebelumnya, Jaka sudah pernah bertugas sebagai pasukan perdamaian PBB di Afrika. Itu artinya karir Jaka cemerlang, mengingat hanya tentara yang berprestasi saja yang bisa tergabung dalam pasukan perdamaian PBB, dan pastinya tidak akan terlalu kesulitan dalam hal keuangan.
“Kita pastinya ingin berpijak pada fakta, tapi kita juga harus bisa menggali sisi dramatisnya dari cerita ini. Di penggarapan film memang bisa tak bisa lepas dari upaya menyeimbangkan antara fakta dan upaya dramatisisasi adegan,” ujar sutradara film ‘Jelita Sejuba’, Ray Nayoan saat diminta tanggapannya soal adanya keganjilan dalam alur cerita garapannya ini saat Press Screening film ini di Jakarta, Selasa (3/4).
Ia menyebut jika cerita yang ditawarkan dalam film ini menggambarkan sebuah ketulusan. Walaupun ceritanya terbilang klise, namun pada kenyataannya terjadi di masyarakat khususnya di lingkungan militer.
“Dari awal rasa yang saya tangkap adalah ketulusan. Kisah-kisah ini rata-rata memang kelihatannya agak klise but did happen,” ungkap Ray.
Sedangkan Krisnawati, Executive Produser dan pencetus ide cerita ‘Jelita Sejuba’ menceritakan, inspirasi film ini tercetus saat tahun 2017, empat prajurit TNI gugur saat Latihan Gabungan (Latgab) TNI di Natuna, Riau.
Hal ini membuatnya merenung tentang kehidupan istri-istri tentara yang berisi kecemasan terhadap suami mereka, dan ia bertekad untuk membuka cerita perjuangan mereka kepada masyarakat luas lewat layar lebar.
“Saya memikirkan bagaimana istri mereka yang memikirkan dua hal bagi suaminya, pulang atau tidak ke rumah,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Film ini tayang serentak hari ini, Kamis (5/4). Krisnawati menjelaskan jika pangsa pasar film ini akan besar di Sumatera karena memang banyak mengangkat kebudayaan Melayu.
“Sayangnya di Natuna belum ada bioskop, tapi kita akan gelar nonton bareng disana,” pungkas Krisnawati. (NVR)