WAMI, RAI, dan KCI Gelar Dialog Dengan LMKN Bahas Royalty Platform Digital

oleh
oleh

Jakarta, VoiceMagz.com- Tiga Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang mengurus hak cipta (performing right) para pencipta lagu yaitu KCI, WAMI  dan RAI menggandeng  Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyelenggarakan diskusi berjudul  “Temu Dialog dan Silaturahmi WAMI, RAI, KCI dan LMKN”.

Acara Temu Dialog tersebut  mengangkat thema “Royalti Performing Right’s dalam Industri Musik Berbasis Digital”, dengan nara sumber utama yaitu Irfan Aulia (Anggota Komisioner Bidang Teknologi Informasi dan Database Musik), yang juga sekaligus seorang gitaris band Samson, digelar di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan, Rabu,29 Januari 2020.

Dalam acara tersebut hadir  mewakili para LMK yaitu, Ketua Umum KCI Dharma Oratmangun,  Ketua Umum  WAMI Chico Hindarto dan Sekjen  RAI Saepul Uyun. Bertindak selaku moderator atau pemandu acara adalah  Lisa A Riyanto.

Dalam sambutannya Ketua Umum WAMI, Chico Hindarto  memaparkan bahwa era industri musik sudah berubah, bukan lagi berbentuk konvensional fisik seperti kaset, CD atau DVD lagi. Jadi pola pikir kita harus diubah mengikuti alur tersebut.

“Sekarang ini eranya digital, mau tidak mau kita harus mengikuti itu. Industri musik secara global  juga demikian, jadi mindset kita juga harus diubah sesuai dengan kondisi yang ada sekarang,” jelas Chico.

Sementara itu Saipul Uyun dari RAI mengaku  menyambut baik acara ini, karena  dari ajang diskusi ini kita bisa dapat banyak informasi dan bisa sebagai dasar pengambilan sikap.

“RAI menybut baik acara ini, karena bisa dijadikan sebagai ajang informasi, diskusi dan pengambilan sikap. Selain itu RAI siap bekaerjasama dalam bentuk apapun Untuk kesejahteraan anggota atau pemberi Kuasa” jelas Saipul.

Dalam kesempatan yang sma, Ketua umum KCI Dharma Oratmangun menekankan pentingnya sinergitas antara  para  LMK dengan  LMKN. Sehingga semua keputusan yang diambil oleh LMKN harus mendapat persetujuan dari LMK sebagai penerima kuasa dari para pencipta lagu.

“KCI pada dasarnya sepakat pemungutan royalti melalui satu pintu yaitu LMKN, namun kami para LMK ini harus diajak diskusi terlebuh dahulu sebelum mengambil segala keputusan, karena LMK-LMK inilah yang mendapat kuasa dari para pencipta lagu,” jelas Dharma.

Diskusi semacam ini sangatlah penting untuk dilakukan secara berkala, sebab dengan adanya diskusi seperti ini transparansi pihak LMKN maupun LMK akan semakin terang dan nyata dimata para pemberi kuasa.  Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan antara satu dan lainnya.

Kemudian menyangkut soal bagaimana mendapatkan royalty melalui YouTube, Meidi Farialdi dari WAMI memberikan banyak pemaparan melalui slide. Secara garis besar kita bisa mendapatkan royalty dari YouTube, namun Meidi mengaku prosesnya tidak mudah, karena ada hal hal yang harus dipenuhi.

“Selama ini WAMI telah melakukan kerjasama dengan YouTube soal Performing Right, prosesnya tidak mudah memang, terutama soal hitungan-hitungannya,” jelas Meidi.

Lebih lanjut Meidi menambahkan, salah satu contoh  ketentuan yang harus dipenuhi agar bisa mendapatkan royalty dari YouTube adalah dengan di monetisasi.

“Itupun harus memenuhi ketentuan yang lain misalnya subscriber-nya harus mencapai 1000. Selain itu  juga harus memenuhi ketentuan minimal yaitu ditonton selama  4ribu jam , itu salah satu ketentuanya,” tambah Meidi.

Ketika ditanya oleh awak media sebetulnya berapa besar royalty dari YouTube yang bisa dipungut oleh WAMI sepanjang tahun kemarin, Meidi menjelaskan, pihaknyq tidak ingat angka fix nya.

“Tapi kira-kira sebesar 18 miliar di tahun 2018, targetnya tahun 2020 ini tembus di angka 20 miliar,” tambah Meidi lagi.

Dalam acara tersebut juga digelar sesi tanya jawab antara para pencipta lagu yang sekaligus pemberi kuasa dengan pihak LMK maupun LMKN. Pada umumnya pertanyaan yang dilontarkan seputar besaran royalty, sistem pembagiannya dan soal perangkat hukum yang mengatur hal itu. Namun seperti pemaparan Irfan  Aulia perangkat hukum yang memayungi soal  ini masih lemah.

“Kita memang telah punya Undang Undang Hak Cipta  (UU) baru No,28 Tahun 2014, tapi UU itu masih belum bisa mencakup dan melindungi semuanya, terutama yang menyangkut platform digital, ” jelas Irfan.

Lebih lanjut Irfan menambahkan bahwa, apakah UU yang ada saat ini sudah mengakomodir platform digital, ia berani menyebut belum.

“UU kita belum mengakomodir semau platform digital, jadi  masih perlu banyak perubahan atau penambahan dalam pasal pasal  baru, mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang sangat cepat. Banyak orang-orang yang meng-cover lagu lagu orang lain dan diunggah ke platform digital  tanpa ijin penciptanya atau publishernya, jadi secara hak cipta banyak yang dilanggar,” kata Irfan.

Masih kata Irfan, selain belum terakomodirnya regulasi, disitu ada juga indikasi pelanggaran Hak Moral dan ini sangat disayangkan.

”Tantangan lainnya dalam platform digital adalah pelanggaran Hak Moral. Seringkali kita lihat orang mengcover lagu orang kemudian diunggah di platform digital hanya menyebut nama si penyanyinya saja atau yang mempopulerkan tanpa menyebut penciptanya. Ini jelas melanggar hak moral,”  jelas Irfan lebih lanjut.

Menurut sepengetahuan  Irfan, di dunia ada dua madzab atau kiblat yang menjadi rujukan banyak negara soal UU hak Cipta menyangkut platform digital.

“Yang saya tahu di dunia ini ternyata ada dua kiblat  yaitu Amerika dan Eropa. Kalau Amerika lebih ekploitatif sedang  Eropa lebih protektif. jadi kalau bisa UU  kita bisa mengadopsi atau   mengambil dari keduanya,” jelas Irfan.

Pejuang hak Cipta Enteng Tanamal yang juga sekaligus Ketua Dewan Pembina KCI dalam sambutan penutupnya menyampaikan bahwa apapun yang dilakukan hari ini adalah tujuannya untuk memperjuangkan hak-hak para pencipta lagu atau pemberi kuasa.

“Saya menyambut baik acara seperti ini, kita semua hadir disini untuk memperjuangkan dan memuliakan para pencipta lagu atau pemberi kuasa, agar mereka bisa mendapatkan hak-haknya secara baik, terutama hak ekonominya,” jelas Enteng.

Meskipundalam soal mengurus  royalty ini  masih terjadi perbedaan pendapat antara sesama  LMK maupun LMK dengan LMKN, namun mereka sepakat bersatu untuk tujuan yang sama yaitu mensejahterakan para pemberi kuasa.

“Kita sering berbeda pendapat, namun kita tetap bersatu untuk memperjuangkan hak-haknya para memberi kuasa. Jadi  biarlah LMK dan LMKN ini yang mengurus soal royaltynya, para pencipta silahkan berkarya sebanyak banyaknya dan sebagus bagusnya,” tutup Dharma./Mik

No More Posts Available.

No more pages to load.