Ternyata Blitar Punya Kaitan Langsung Dengan Bangsa Tartar

oleh
oleh

JAKARTA, VoiceMagz.com – Sejarah Indonesia tak bisa lepas dari sejarah Blitar. Tak banyak yang tahu jika wilayah ini pernah dikuasai bangsa Tartar dari Mongolia. Itulah mengapa kabupaten yang jaraknya sekitar 167 kilometer barat daya Kota Surabaya, provinsi Jawa Timur ini diberi nama Blitar.

Nama Blitar diambil dari kata Balitar, yang artinya kembalinya pulang bangsa Tartar. Nama ini muncul setelah bangsa asal Asia Timur itu dipaksa mundur oleh Nilasuwarna yang diperintahkan oleh Raja Majapahit untuk merebut kembali Blitar. Atas jasanya, Nilasuwarna kemudian diangkat sebagai adipati dengan gelar Aryo Blitar 1.

Dalam kitab Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Sotasoma, pada enam abad yang lalu atau saat Waisaka Tahun Saka 1283 atau 1361 Masehi, Raja Majapahit yang terkenal saat itu, Hayam Wuruk beserta para pengiringnya singgah di Blitar. Mereka mengadakan upacara pemujaan di Candi Penataran di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Soal candi, hingga kini, Blitar juga dijuluki sebagai kabupaten dengan 1000 Candi. Tak hanya candi utama yang kemudian dinamakan Candi Penataran sebagai candi khusus bagi raja-raja bersemedi, tetapi juga candi-candi lainnya. Di era sebelum berdiri hingga kejayaan Majapahit, banyak raja-raja yang juga melakukan perjalanan dan singgah untuk bertapa di kabupaten Blitar tersebut.

Bahkan, Blitar juga menjadi tempat perabuan raja-raja terkenal lainnya di kota yang menjadi daerah swatantra Kerajaan Majapahit pada saat itu. Mereka di antaranya pendiri kerajaan Majapahit, Raden Wijaya yang membangun tempat pendharmaan atau pertapaannya di Candi Simping atau Candi Sumberjati, yang kini tinggal pondasinya saja.

Ada pula Anusapati dari kerajaan Singasari yang mendirikan tempat pertapaannya di Candi Sawentar dan Ranggawuni di Candi Mleri. Selain itu, didirikan pula candi Kotes sebagai tempat ritual raja-raja Majapahit lainnya ketika memberikan persembahan kepada dewa gunung seperti Dewa Ancala yang dipercaya tinggal di gunung Kelud.

Dengan terusirnya bangsa Tartar, Blitar akhirnya dapat dimasukkan dalam satu kesatuan wilayah kerajaan Majapahit, yang saat itu tengah mewujudkan konsep Nusantara dan kebhinekaan di antara wilayah kerajaan yang tersebar oleh lautan dan kepulauan. Dari Blitar, konsep mewujudkan Nusantara dan Kebhinekaan mendapat aktualisasi hingga sekarang ini.

Blitar juga dikenal sebagai kabupaten yang banyak melahirkan tokoh-tokoh nasional. Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno menghabiskan masa kecilnya di Blitar. Bahkan, proklamator tersebut dimakamkan di sana, dan menjadi ikon Kabupaten Blitar sebagai Kota Proklamator.

Lalu ada Supriyadi yang juga seorang Shodancho atau Komandan Kompi Pembela Tanah Air (PETA), sebuah kesatuan militer bentukan pemerintahan pendudukan militer Jepang atas Indonesia untuk ikut mempertahankan Indonesia dari serangan Pasukan Sekutu yang di kemudian hari melakukan pemberontakan terhadap tentara Jepang, juga dilahirkan dan besar di Blitar. Meskipun kematiannya misterius hingga sekarang ini, jasa-jasa Supriyadi dikenang sebagai pahlawan, yang lokasi perlawanannya kemudian didirikan sebuah monumen Supriyadi.

Desa Sumberdiren, Blitar, juga melahirkan seorang pemuda militan dan revolusioner, Soekarni yang sempat menculik Bung Karno dan Bung Hatta serta membawanya ke Rengasdengklok, Jawa Barat, untuk mendesak para pemimpin bangsa itu untuk segera memproklamasikan Indonesia pasca kekalahan Jepang dalam Perang Asia Raya 1945.

Sampai era sekarang ini, Blitar juga tetap melahirkan tokoh-tokoh nasional yang mendedikasikan kemampuannya bagi kemajuan Indonesia. Sebut saja Prof. Dr. Boediono sebagai Wakil Presiden ke-11 RI di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ada juga Laksamana TNI Agus Suhartono, kelahiran Blitar, yang kemudian dipercaya menjadi Panglima TNI pada periode 28 September 2010 hingga 30 Agustus 2013. (NVR)

No More Posts Available.

No more pages to load.