JAKARTA, VoiceMagz.com – Di era milenial, perfilman nasional diharapkan dapat bersaing dengan film impor yang masih mendominasi bioskop-bioskop dalam negeri.
“Kita sudah selayaknya mendukung juga film Indonesia dan di era digital seperti ini, bangsa kita harus bisa bersaing dalam konten-konten atau isi-isi dalam media. Jangan kita selalu dijejalkan film asing terus menerus. Nah sahabat saya, sutradara Hanung Bramantyo membuat film hasil dari novel yang luar biasa. Saya yakin ini produk yang sangat bagus ini dengan jumlah penonton sudah hampir 800 ribu. Jumlah yang sangat besar. Saya harapkan perfilman tanah air mampu merajai,” ujar Erick Thohir yang juga Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI) usai menyaksikan film ‘Bumi Manusia’ di XXI Epicentrum, Jakarta, Sabtu ( 24/8).
Erick pun berharap sineas-sineas muda di tanah air dapat mencontoh dan belajar dari sosok Hanung.
“Kalau perlu belajar kepada dia. Kami juga bangga perfilman Indonesia juga sudah mampu membuat film action seperti ‘Gundala Putra Petir’, ini juga suatu kemajuan,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Hanung Bramantyo mengatakan, film yang berdurasi tiga jam ini diselesaikan selama satu tahun. Ia berupaya menghilangkan gap-gap masa lalu dan masa kini.
“Film ‘Bumi Manusia’ ini diadaptasi dari novel terlaris karangan Pramoedya Ananta Toer. Kami inginkan peradaban masa lalu mampu menjadi dinikmati masa kini, karena anak-anak sekarang hanya membaca tulisan yang riang. Ini tantangan yang kita padukan agar bisa dinikmati semua kalangan,” tutur Hanung.
‘Bumi Manusia’ bercerita tentang Minke (Iqbaal Ramadhan), seorang pribumi yang bersekolah di HBS. Padahal pada masa itu, yang dapat masuk ke sekolah HBS hanya orang-orang Eropa dan keturunannya atau putra bangsawan.
Minke, selain anak seorang bangsawan juga pribumi yang pandai dan sangat piawai menulis.
Ia merasa gelisah melihat nasib pribumi lainnya yang tertindas. Melihat kondisi di sekitarnya itu, Minke tergerak untuk memperjuangkan nasib pribumi melalui tulisan, yang menurutnya tidak akan padam ditelan angin.
Sosok Minke sendiri disebut dibuat Pramoedya terinspirasi dari sosok Tirto Adhi Soerjo, pendiri surat kabar berbahasa Melayu pertama di Indonesia yang belakangan dikenal juga sebagai Bapak Pers Nasional.
Selain tokoh Minke, ‘Bumi Manusia’ yang berlatar di Surabaya pada masa pendudukan Hindia Belanda 1898 ini juga menggambarkan seorang ‘nyai’ bernama Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febriyanti).
Pada masa itu, nyai dianggap sebagai perempuan yang tidak memiliki norma kesusilaan karena statusnya sebagai istri simpanan. Status seorang nyai telah membuatnya sangat menderita, karena ia tidak memiliki hak asasi manusia sepantasnya.
Nyai Ontosoroh sadar betul akan kondisi itu dan berusaha keras belajar agar dapat diakui sebagai seorang manusia.
Di tengah cerita itu, ‘Bumi Manusia’ juga memiliki sinopsis kisah cinta antara Minke dan Annelies (Mawar de Jongh), gadis Indo yang juga anak dari Nyai Ontosoroh dengan tuannya Herman Mellema (Peter Sterk).
Bumi Manusia merupakan buku pertama dari Tetralogi Buru karya Pram yang pertama kali diterbitkan oleh Hasta Mitra pada 1980.
Buku ini ia tulis ketika masih diasingkan di Pulau Buru bersama ribuan tahanan politik lain karena dicap sebagai komunis.
Melalui buku, secara hidup Pram juga menggambarkan kondisi masa kolonialisme Belanda pada saat itu.
Ia memasukkan sedikit demi sedikit detail ke dalam tulisannya sehingga mirip dengan kondisi asli dan bisa dijadikan salah satu referensi sejarah meskipun fiksi.
‘Bumi Manusia’ sudah lama digadang-gadang untuk menjadi film. Sejumlah sineas seperti Mira Lesmana, Garin Nugroho, Anggy Umbara sempat disebut hendak menangani penggarapannya, tapi kemudian proyek ini jatuh ke tangan Hanung dengan produksi di bawah Falcon Pictures.
Selain Iqbaal, Ine, dan Mawar, film ini juga menampilkan aksi Donny Damara sebagai ayah Minke, Ayu Laksmi sebagai Ibu Minke, Giorgino Abraham sebagai Robert Mellema, Jerome Kurnia sebagai Robert Suurhof, Bryan Domani sebagai Jan Dapperste alias Panji Darman, Hans de Krakker sebagai Jean Marais, dan lainnya. / Irish