Ada Motif Ekonomi Dibalik Aksi Cyberbullying?

oleh
oleh

JAKARTA, VoiceMagz.com – Cyberbullying alias perundungan di dunia maya belakangan ini menjadi sebuah masalah besar di negara ini. Terakhir, kasus cyberbullying yang terjadi pada Bowo Alpenlieble, seorang anak yang viral lantaran eksistensinya di aplikasi Tik Tok mencuat dan menyita perhatian publik.

Data UNICEF pada 2016 mencatat, 41 hingga 50 persen remaja di Indonesia dalam rentang usia 13 sampai 15 tahun pernah mengalami tindakan cyberbullying. Beberapa tindakannya di antaranya adalah mempublikasikan data personal orang lain (doxing), penguntitan di dunia maya yang berujung pada penguntitan di dunia nyata (cyber stalking), penyebaran foto atau video dengan tujuan balas dendam yang dibarengi dengan tindakan intimidasi dan pemerasan (revenge pom) dan beberapa tindakan cyberbullying lainnya.

Sudah banyak korban cyberbullying dan sudah banyak pula langkah dalam memerangi tindakan ini. Dan kini, dalam rangka kampanye anti cyberbullying ini, Sudah Dong, sebuah gerakan anti bullying yang berada di bawah Yayasan Kawula Madani mengajak artis muda berbakat, Prilly Latuconsina bersama grup musik HIVI! ikut mengkampanyekan gerakan anti bullying kepada kaum milenial.

Berbicara di hadapan puluhan anak-anak milenial dalam talkshow bertema ‘Dealing with Cyberbullying: Safe and Connected’, Prilly membagikan tips mencegah cyberbullying. Salah satunya dengan memperlihatlkan hal-hal positif diri kita usai di bully.

“Lanjut lakukan hal-hal positif kita, nanti lama-lama juga akan hilang dengan sendirinya komen-komen buruk tentang kita,” ucap Prilly di Jakarta, Sabtu (28/7).

Artis yang mengaku pernah berbulan-bulan menjadin bahan bully netizen ini menyadari jika bullying memang tidak akan pernah bisa hilang sepenuhnya. Apalagi, budaya kepo alias selalu ingin tahu sudah menjadi budaya bangsa ini, terutama di dunia selebriti.

“Publik figur itu kan hanya profesi, tapi kita tidak bisa harus selalu sesuai dengan apa yang diinginkan orang banyak,” ucap kekasih Maxime Bouttlier ini.

Ia pun menganjurkan, sebelum memberi komentar di sosmed, sebaiknya dipikir dan renungkan berulang kali. Terutama akan dampak dari komentar itu ke depannya .

“Kalau tidak mau jadi korban (cyberbullying), jangan juga macam-macam di medsos. Sebaiknya selalu memposting hal-hal positif saja,” ucapnya.

Di tempat yang sama, Katyana Wardhana, pendiri Yayasan Kawula Madani yang menaungi Sudah Dong, melihat ada perbedaan mendasar antara kritik dan bullying.

“Kritik adalah upaya membuat orang lebih baik, tentu saja dengan komentar dan bahasa yang tepat. Tapi bullying lebih kepada ada maksud tertentu yang negatif,” ujar Katyana.

Ia juga menggaris bawahi, kemajuan teknologi digital dan medsos sudah nyata memiliki dampak negatif. Salah satunya adalah dengan semakin mudah orang melakukan bullying tanpa harus berada di ruangan yang sama dengan korbannya. Ia pun berharap semua orang bijaksana dalam menggunakan sosmed-nya.

“Bullying melukai emosi dan rasa percaya diri orang yang mereka targetkan. Oleh karenanya hal ini ancaman besar bagi generasi muda meraih potensi dan mewudjudkan impian mereka,” jelas Katyana.

Lalu, ada kah motif ekonomi di balik maraknya cyberbullying belakangan hari ini?

“Sampai saat ini sih aku belum terlau melihat ke arah sana, tapi kalau ada yang dibayar untuk melakukan cyberbullying, aku rasa ada. Indikasinya saat bisnisku pernah kena cyberbullying, dan aku rasa itu sengaja dibayar oleh saingan bisnisku,” ucap Prilly. (NVR)

No More Posts Available.

No more pages to load.