Saat Harum Bawang Putih Coba Ditampilkan di ‘Perfect Husband’

oleh
oleh

JAKARTA, VoiceMagz.com – Walau bercerita tentang perjodohan yang dikemas dengan bungkus kekinian, ‘Perfect Husband’ mencoba untuk tak hanya sekadar menghibur.

Film ini diarahkan untuk memberi pesan moral kepada penonton untuk sopan santun kepada orangtua serta memahami bahwa tak ada orangtua yang tak ingin berbuat yang terbaik buat anaknya, walau dengan cara yang tak bisa dipahami oleh sang anak.

Alur cerita film garapan Rudi Aryanto ini dikemas cukup apik dalam menceritakan sebuah perjodohan yang dilakukan Tio (Slamet Rahardjo) kepada anaknya Ayla (Amanda Rawless) dengan Arsen (Dimas Anggara), seorang pilot.

Penonton dibawa emosinya dengan alur cerita dan pengambilan medium shoot gambar yang dibangun, mulai dari situasi cerita yang ringan, kebahagian Ayla di masa-masa SMA dengan geng sekolahnya dan Ando (Maxime Bouttier), pacarnya. Lalu dengan cepat berpindah pada histerisnya Ayla saat tiba-tiba muncul seorang pria yang mengaku sebagai calon suaminya dan berhari-hari mengikutinya di sekolah, tempat kursus bahkan hingga ke kafe tempat dirinya nongkrong bersama Ando.

“Sengaja film ini menggunakan medium shot untuk fokus men-delivery emosi penonton. Kita ingin penonton seperti bisa mencium aroma bawang putih dalam sebuah foto masakan,” papar sutradara, Rudi Aryanto saat Press Screening ‘Perfect Husband’ di Jakarta, Kamis (5/4).

Kembali ke alur cerita, perjodohan yang dilakukan Tio kepada anak perempuan bungsunya ini berawal pada kegelisahan terhadap hubungan Ayla dengan Ando yang seorang vokalis band rock urakan. Tio melihat Ando memberikan pengaruh negatif untuk putrinya ini.

Ayla murka, ia merasa secara sepihak sang ayah menjodohkan dirinya dengan Arsen. Sebuah hal yang tak dipercayainya terjadi pada anak kelas tiga SMA. Mulailah terjadi konflik antara Ayla-Ando versus Arsen dan Tio.  Hingga akhirnya terjadi sebuah hal yang diluar ekspetasi Ayla terhadap sang ayah.

Sayangnya, alur dan visualisasi yang sudah cukup apik dibangun sang sutradara ini sedikit ‘rusak’ oleh ending cerita yang menampilkan gambar dengan sentuhan CGI yang masih terlihat kasar.

Rudi mengakui, adanya ending yang tak memuaskan ini bukan tak disadari dirinya beserta tim produksi. Namun keterbatasan waktu penggarapan membuatnya tak bisa berbuat banyak.

“Ending itu memang sudah ada dalam storyboard. Tapi memang kendala penggunaan teknologi CGI di film-film Indonesia ya masih berkutat pada waktu penggarapan yang singkat,” lanjutnya.

Tapi, lepas dari ending yang terkendala penggunaan CGI tadi, film ini layak ditonton lantaran seperti mengutip kata-kata Slamet Rahardjo, film ini bukan hanya sekadar menceritakan sebuah perjodohan belaka.

“Tapi juga sebuah kalkulasi menuju ketenangan dan kebahagian,” ujar Slamet. (NVR)

No More Posts Available.

No more pages to load.